SNI.ID, AMBON : Wali Kota Ambon, Bodewin Wattimena, memaparkan perkembangan ekonomi kota yang mencakup inflasi, pertumbuhan ekonomi, serta angka kemiskinan.
Menurutnya, informasi ini penting diketahui masyarakat, terutama pelaku usaha, agar dapat memahami kondisi terkini sekaligus mengambil langkah strategis dalam menjaga stabilitas ekonomi daerah.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi Kota Ambon pada Agustus 2025 tercatat 3,38 persen. Namun pada September 2025, angka itu menurun menjadi 2,97 persen. Penurunan inflasi terjadi antara lain karena harga ikan semakin terjangkau seiring membaiknya kondisi alam bagi nelayan.
“Meski begitu, tingginya biaya transportasi udara masih memberikan tekanan. Inflasi kita memang turun, tetapi tetap lebih tinggi dari target nasional yang sebesar 2,5 persen,” ujar Bodewin dalam konferensi pers bersama media, di Aula Vlisingen Lantai II Balai Kota Ambon, Senin (6/10/25).
Dari sisi pertumbuhan ekonomi, ia mengungkapkan bahwa pada 2024 angka pertumbuhan mencapai 5,96 persen, sedangkan di triwulan II 2025 menurun menjadi 4,53 persen.
Penurunan ini, kata dia, tidak lepas dari berkurangnya belanja pemerintah sehingga memengaruhi sektor riil.
“Pemerintah kota akan berupaya menjaga konsistensi belanja agar ekonomi tidak tertekan. Selain itu, kita dorong sektor UMKM dan industri kreatif untuk menjadi motor penggerak ekonomi Ambon,” jelasnya.
Bodewin juga menekankan pentingnya pengelolaan pasar tradisional, khususnya Pasar Mardika dan Pasar Batu Merah, yang menjadi pusat aktivitas ekonomi masyarakat.
Ia mengingatkan agar pasar dikelola secara transparan dan bebas pungutan liar (pungli).
“Pungli akan memengaruhi harga barang yang dijual pedagang. Kalau kita ingin serius menjaga pertumbuhan ekonomi dan menekan kemiskinan, pasar harus bersih dan terkelola dengan baik,” tegasnya.
Terkait kemiskinan, Wali Kota menjelaskan bahwa pada 2024 tingkat kemiskinan Ambon berada di angka 5,13 persen, dan kini menurun menjadi 4,34 persen pada 2025. Penurunan ini terjadi meski garis kemiskinan meningkat dari Rp750.166 per kapita per bulan di 2024 menjadi Rp783.697 di 2025.
“Jurang kemiskinan di Ambon tipis, artinya sangat mungkin yang tidak miskin bisa jatuh miskin, dan sebaliknya. Karena itu kita harus menjaga keseimbangan agar yang miskin bisa naik menjadi tidak miskin,” paparnya.
Lebih lanjut ia menegaskan bahwa perekonomian Ambon masih sangat bergantung pada belanja pemerintah, baik melalui pembayaran tunjangan pegawai maupun proyek pembangunan. Oleh sebab itu, Pemkot berkomitmen memastikan belanja berjalan baik agar tetap menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi.
Senada dengan itu, Kepala BPS Kota Ambon, Paulina Gaspers, mengungkapkan pengendalian inflasi terbukti berpengaruh pada penurunan kemiskinan. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Februari 2025 mencatat tingkat kemiskinan di Ambon turun menjadi 4,34 persen.
“Kalau inflasi terkendali, kemiskinan otomatis ikut terkendali. Kinerja Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) sangat menentukan keberhasilan ini,” jelasnya.
Paulina menambahkan bahwa kemiskinan tidak hanya soal pendapatan, tetapi juga bersifat multidimensional.
“Ada kemiskinan moral, empati, hingga intelektual. Karena itu, pengentasannya harus dilakukan dengan pendekatan menyeluruh,” katanya.
Ia juga menekankan bahwa dari sisi kedalaman dan keparahan kemiskinan, kondisi Ambon semakin membaik. “Bantuan sosial di awal tahun sangat membantu menekan angka kemiskinan ekstrem di Ambon,” tambahnya.
Dengan capaian tersebut, Pemkot Ambon optimistis tren positif dalam pengendalian inflasi dan penurunan kemiskinan dapat dipertahankan. Kerja sama seluruh pihak, termasuk pemerintah provinsi dan masyarakat, disebut menjadi kunci untuk menjaga stabilitas ekonomi dan kesejahteraan warga kota. (*)









