SNI.ID, AMBON : Anggota Komisi II DPRD Provinsi Maluku, Ari Sahertian, melayangkan kritik tajam terhadap PT Batutua Tembaga Raya (BTR) dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Inspektur Tambang Provinsi Maluku, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dan Dinas Lingkungan Hidup. Rapat tersebut digelar di ruang Komisi II DPRD Maluku, Karang Panjang, Ambon, Selasa (21/10/2025).
Dalam forum itu, Sahertian menilai PT BTR belum menunjukkan keseriusan dalam menjalankan kewajiban pengelolaan lingkungan. Berdasarkan data yang disampaikan, dari total 37 parameter uji laboratorium yang wajib dilakukan, perusahaan baru menyelesaikan delapan parameter.
“Dari 37 parameter yang harus diuji, baru delapan yang selesai. Artinya, sebagian besar belum dilakukan, sehingga dampak lingkungannya tidak bisa kita ukur secara pasti,” tegas Sahertian di hadapan peserta rapat.
Ia menilai kondisi tersebut memperlihatkan bahwa perusahaan belum siap memenuhi kewajiban lingkungan sebagaimana diatur dalam regulasi. Karena itu, laporan hasil pengawasan yang disampaikan PT BTR dinilainya tidak dapat dijadikan dasar untuk menyatakan bahwa aktivitas tambang di Pulau Wetar aman dari pencemaran.
“Selama seluruh parameter belum diuji, bagaimana kita bisa memastikan laut, udara, dan tanah di sekitar tambang tidak tercemar? Jangan hanya tampilkan data yang menguntungkan perusahaan sementara masyarakat sekitar dibiarkan menanggung akibatnya,” kritik politisi asal Maluku itu.
Sahertian menegaskan, DPRD Maluku tidak akan berdiam diri terhadap praktik pertambangan yang berpotensi merusak lingkungan dan merugikan masyarakat sekitar.
Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan dari instansi teknis daerah terhadap aktivitas PT BTR.
“Kami ini wakil rakyat, bukan pembela perusahaan. Kalau ada yang salah, kita harus berani bicara,” ujarnya dengan nada tegas.
Dalam kesempatan yang sama, Sahertian juga menyinggung sikap perusahaan yang dinilai lebih berorientasi pada keuntungan ketimbang tanggung jawab sosial dan ekologis.
“Kalau hanya datang untuk gali dan ambil untung tanpa peduli dampak bagi masyarakat, lebih baik perusahaan seperti ini tidak beroperasi di Maluku,” ujarnya, disambut tepuk tangan dari peserta rapat.
Ia meminta Kementerian ESDM dan pemerintah pusat untuk turun langsung meninjau aktivitas pertambangan PT BTR di Pulau Wetar, Kabupaten Maluku Barat Daya. Bila ditemukan pelanggaran berat, ia mendesak agar izin operasi perusahaan dicabut.
“Kalau memang tidak mampu memenuhi kewajiban lingkungan, sebaiknya ditutup saja. Jangan tunggu sampai kerusakan terjadi dan rakyat jadi korban,” tegasnya.
Menutup pernyataannya, Sahertian mengingatkan bahwa tanggung jawab terhadap lingkungan bukan hanya persoalan hukum, tetapi juga persoalan moral dan spiritual.
“Kita harus bekerja dengan hati nurani. Jangan abaikan bumi Maluku, sebab ini warisan untuk generasi kita ke depan,” tandasnya. (*)