Rapat DPRD Maluku Memanas, Komisi II Pertanyakan Klaim PT BTR Soal Tenaga Kerja Lokal

  • Whatsapp
oplus_0

SNI.ID, AMBON : Rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi II DPRD Maluku, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Inspektur Tambang Wilayah Maluku, dan PT Batutua Tembaga Raya (BTR) diwarnai ketegangan. Suasana memanas setelah perusahaan tambang yang beroperasi di Pulau Wetar, Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD), mengklaim memiliki 62 persen tenaga kerja lokal.

Klaim tersebut dipersoalkan oleh Wakil Ketua Komisi II DPRD Maluku, Suanthie John Laipeny, yang menilai pernyataan itu tidak sesuai dengan kondisi lapangan.

Ia menyebut bahwa jumlah tenaga kerja asal MBD yang bekerja di perusahaan tersebut tidak mencapai angka yang diklaim.

“Tenaga kerja lokal yang benar-benar orang MBD atau orang Wetar itu hanya sekitar 200 sampai 300 orang. Sisanya kebanyakan berasal dari Nusa Tenggara Timur. Ini jelas merugikan masyarakat kami,” ujar Laipeny dalam rapat di Kantor DPRD Maluku, Senin (21/10/2025).

Sebelumnya, General Manager PT BTR, Jimmy Suroto, menyampaikan bahwa sekitar 62 persen tenaga kerja di perusahaan merupakan pekerja lokal, dan menyebut angka tersebut sebagai yang tertinggi di antara perusahaan tambang di Indonesia.

Namun, Laipeny membantah keras pernyataan tersebut dan meminta perusahaan menyerahkan data resmi terkait komposisi tenaga kerja kepada DPRD.

“Kami minta data itu diserahkan besok. Data kami menunjukkan hanya 200–300 orang dari MBD, selebihnya dari luar. Kalau data tidak diserahkan, kami akan menindaklanjuti hingga ke Merdeka Corp,” kata Laipeny dengan nada tinggi.

Selain persoalan tenaga kerja, Laipeny juga menyinggung laporan masyarakat mengenai larangan bagi warga Wetar untuk mendekat ke area tambang setelah terjadinya patahnya tongkang milik BTR.

Ia menyebut adanya dugaan surat ancaman yang melarang pekerja menyampaikan informasi terkait insiden tersebut ke luar perusahaan.

Baca Juga:  Upaya AHM Kalibrasi Pelayanan Terbaik untuk Konsumen Honda

“Kenapa warga dilarang mendekat setelah tongkang patah? Kenapa pekerja diancam tidak boleh bicara? Siapa yang mengeluarkan surat ini? Ini tidak manusiawi,” ujarnya.

Komisi II DPRD Maluku, kata Laipeny, akan menelusuri dugaan pelanggaran tersebut, termasuk potensi dampak lingkungan dari insiden patahnya tongkang.

Ia menyebut hasil kajian awal sejumlah ahli lokal menunjukkan perubahan warna air laut di sekitar lokasi tambang yang diduga sebagai tanda pencemaran.

“Laut yang dulu jernih kini mulai menguning. Jika ini terus terjadi, berarti ada kerusakan lingkungan yang serius. PT BTR harus bertanggung jawab,” tegasnya.

Hingga berita ini diturunkan, rapat dengar pendapat masih berlangsung dan sempat dua kali diskors karena suasana yang memanas. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *