SNI.ID, AMBON – Pemerintah Kota Tual menyoroti sejumlah kendala dalam penyaluran beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) di wilayah kepulauan. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Perindag) Kota Tual, Darnawati Amir, mengatakan hambatan itu disampaikan saat mendampingi kunjungan Direktur Perum Bulog ke PT Rajawali Nusindo ID Food, yang dirangkaikan dengan kegiatan pasar murah.
Menurut Darnawati, program beras SPHP yang diluncurkan pada akhir Juli 2025 sangat membantu masyarakat. Namun, aturan nasional yang hanya memperbolehkan penjualan dalam kemasan 5 kilogram dengan harga Rp67.500 (setara Rp13.500 per kilogram) dinilai menghambat akses warga berpenghasilan rendah.
“Kendala ini membuat masyarakat yang hanya mampu membeli 1 atau 2 kilogram beras tidak dapat mengakses beras murah tersebut, dan terpaksa membeli beras di pasaran dengan harga Rp16.000–Rp17.000 per kilogram, meski kualitasnya sama,” ujarnya kepada wartawan, di Swissbell hotel, Rabu (13/8/25).
Darnawati juga menyoroti harga eceran tertinggi (HET) Rp13.500 per kilogram yang berlaku di titik serah ibu kota provinsi. Di daerah kepulauan seperti Maluku, biaya transportasi multimoda (darat dan laut) serta ongkos buruh membuat harga riil di lapangan lebih tinggi.
“Kami berharap pemerintah pusat dan Bulog memberi kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menetapkan HET sesuai kondisi wilayah, seperti kebijakan harga minyak tanah di BPH Migas,” katanya.
Hingga kini, beras SPHP dengan harga resmi belum menjangkau pulau-pulau di Kota Tual. Pemkot berharap pertemuan Bulog dengan Gubernur Maluku dapat menghasilkan solusi konkret agar distribusi SPHP tepat sasaran.
“Persoalan ini bukan hanya di Tual, tapi juga di banyak wilayah Maluku. Kami ingin ada kebijakan yang fleksibel, agar tujuan SPHP membantu masyarakat benar-benar terwujud,” pungkas Darnawati. (*)










