SNI.ID, AMBON : Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Maluku, Bisri Asshidiq Latuconsina, menegaskan pentingnya regulasi yang mampu memberikan perlindungan dan proteksi bagi masyarakat hukum adat di Maluku.
Bisri mengaku bersyukur karena Ketua Komite I DPD RI merespons langsung aspirasi yang telah beberapa kali ia sampaikan.
“Saya sangat bersyukur karena Pak Ketua Komite I sudah datang ke sini. Saya sudah beberapa kali menyampaikan hal ini, dan beliau merespons dengan datang langsung ke Ambon. Alhamdulillah, ini kesempatan yang luar biasa,” ujar Bisri saat mendampingi kunjungan Ketua Komite I DPD RI di Ambon, yang bertempat di Aula Lantai 7 Kantor Gubernur Maluku, Senin (22/9/25).
Ia menjelaskan bahwa saat ini dirinya bersama sejumlah kolega tengah menggagas langkah-langkah untuk memperkuat perlindungan bagi masyarakat hukum adat, baik dalam kehidupan sosial maupun ketika menghadapi konflik dengan perusahaan.
Menurutnya, gagasan tersebut diharapkan dapat menjadi kontribusi nyata selama satu tahun pengabdiannya di DPD RI.
“Harapan kami, ini bisa menjadi prototype bagi lahirnya perda-perda di kabupaten/kota yang memberikan perlindungan kepada masyarakat hukum adat,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Bisri menyoroti berbagai konflik yang masih sering terjadi antara perusahaan dan masyarakat lokal di Maluku. Salah satunya kasus yang melibatkan PT Margonda di wilayah Hidaya, Maluku Tengah.
Ia menegaskan akan menampung aspirasi masyarakat dan menyampaikannya kepada Ketua Komite I untuk diteruskan ke Kementerian Lingkungan Hidup.
“Kalau ada masyarakat di Maluku, khususnya di seputaran Kota Ambon, yang dizalimi oleh korporasi dan kita tidak bisa melindungi, maka bisa dipastikan daerah-daerah yang jauh dari akses publik akan semakin dirugikan. Untuk itu, saya minta izin agar kasus PT Margonda ini segera ditindaklanjuti dengan penghentian izin operasi. Jika tidak, kami akan mendorong pencabutan izin tersebut,” tegasnya.
Lebih jauh, Bisri menekankan bahwa setiap investasi yang masuk ke Maluku harus menghormati keberadaan masyarakat hukum adat sebagai pemegang hak wilayat.
Pembangunan, kata dia, harus berjalan seiring dengan perlindungan hak-hak adat serta peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal.
“Intinya apa yang dilakukan Komite I hari ini adalah memberikan perlindungan terhadap masyarakat hukum adat. Maluku ini masyarakat adat semuanya, sehingga hak-hak mereka, khususnya tanah wilayat, harus terjaga dan terproteksi. Pembangunan harus bersinergi dengan kesejahteraan masyarakat adat,” pungkas Bisri. (*)










