SNI.ID, AMBON : Hari kedua Kongres XII Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) pada Senin, 15 Mei 2023 kembali diisi sesi Study Meeting di Christian Center, Ambon. Kali ini tema yang diangkat adalah “Perdamaian, Penegakan Hukum, dan Keadilan Sosial di Indonesia”.
Tema ini sangat penting mengingat pelanggaran HAM dalam berbagai variannya masih sangat tinggi di Indonesia. Ironisnya penegakan hukum terhadap pelaku serta perlindungan hukum terhadap para korban kerap tidak memberikan solusi.
Para narasumber dalam sesi ini adalah Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Atnike Nova Sigiro, Ketua Komisi Kejaksaan Republik Indonesia Barita Simanjuntak, serta Ketua Majelis Petimbangan Organisasi GAMKI Michael Wattimena.
Sementara itu, Ketua Majelis Pertimbangan Organisasi DR Michael Wattimena,SE, SH, MM lebih menyoroti bagaimana seharusnya penegakan hukum menjadi tugas bersama. Walau pemerintah menjadi operator piranti penegakan hukum, hal tersebut tidak akan bisa terlaksana dengan baik tanpa dukungan masyarakat.
Dalam paparannya Michael Wattimena mengatakan persoalan besar mengenai pembangunan dan beribadah di Indonesia sampai saat ini belum terselesaikan soal urusan kemanusiaan ini. Maka itu patut jadi perhatian seluruh peserta kongres yang harus meresponnya dan patut jadi perhatian serius kedepan.
Menurut Watttimena, Presiden Joko Widodo belum lama ini mengingatkan bahwa hukum tidak boleh dikalahkan oleh kesepakatan apapun. Ini mustinya menjadi peringatan adanya masalah dalam penerapan hukum di Indonesia. Semoga dengan perbaikan sistem dan kualitas penegak hukum, hal seperti itu tidak terjadi lagi di Indonesia.
“Karena terkait kebebasan beribadah dan kebebasan beragama siapapun dia, kita mesti saling menghargai. Karena pada saat tercetuskan UUD 45, sudah ditetapkan dalam UU itu mengenai warga Indonesia memiliki hak yang sama untuk beribadah kepada Tuhannya,” papar Wattimena anggota DPR RI 2014-2019 ini.
Wattimena juga menjelaslam menyangkut hal itu, telah ada jaminan konstitusi yang tersurat pada UUD 1945 Pasal 29 yang berbunyi Negara menjamin tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah kepada agamanya dan kepercayaannya itu.
“Sekum meminta saya menyampaikan materi ini dan moderator juga menyampaikan bahwa kasus ini lagi seksi. Dan itu pasti semua memiliki keinginan untuk mengetahuinya. Saya tak menampik bahwa hingga hari ini pun untuk membangun rumah ibadah dan peribadatan selalu dihalangi,”jelasnya.
Wattimena mengungkapkan kaitan dengan itu, Presiden Joko Widodo saat merespon kejadian di Banten langsung menekankan kebebasan beribadah dan kebebasan beragama baik Kristen, Hindu, Budha dan lainnya memiliki hak yang sama dalam beribadah.
“Tidak sampai disitu saja ada alternatif yang disebut jembatan beragama dijamin Konstitusi kita, dijamin UUD 1945. Sekali lagi dijamin oleh Konstitusi. Saya sangat menekankan sekali bahwa yang namanya Konstitusi tidak bisa keluar dari kesepakatan. Meski semua produk itu berasal dari UUD, tapi dalam perjalanannya terlihat nyata banyak hal yang tidak sesuai baik itu dalam Konstitusi maupun dalam kebijakan,”ungkapnya.
Wattimena membeberkan meski semua produk itu berasal dari UUD, tapi dalam perjalanannya terlihat nyata banyak hal yang tidak sesuai baik itu dalam Konstitusi maupun dalam kebijakan. Kemudian dirinya juga mencontohkan soal SKB dua Menteri yaitu Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 tentang pendirian rumah ibadah.
“Persyaratan dalam regulasinya adalah untuk mendirikan rumah ibadah paling sedikit 90 orang anggota dan disahkan oleh pejabat setempat. Selain itu harus ada dukungan warga setempat yang bukan pengguna sekitar 40 orang harus menyetujui dan disahkan kepala desa setempat. Ditambah lagi penerbitan IMB harus atas rekomendasi Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Hal ini pernah diuji di Mahkamah Konstitusi namun tetap dipertahankan dengan alasan menjaga perasaan nyaman di masyarakat,”bebernya.
Wattimena menambahkan padahal kehadiran SKB dua menteri ini justru menimbulkan ketegangan dalam hal untuk bangun rumah ibadah. Dirinya mengembalikan lagi ke teman-teman Kongres XII GAMKI untuk menilainya. (*)